Kreasi seni lukisan, umumnya memvisualisasikan apakah yang dirasa oleh si seniman. Lukisan – lukisan cantik oleh beberapa pelukis populer, banyak dipasarkan harga yang fenomenal. Lukisan – lukisan dengan background cerah, cantik dan seni pasti jadi opsi beberapa orang.
Tetapi, pasti tidak sedikkit juga seniman yang mencatatkan lukisan dengan latarbelakang seperti duka cita, ganggaun psikis sampai peristiwa yang prihatin dan menyeramkan. Seperti tiga lukisan berikut ini, yang memiliiki background yang menyeramkan:
Lukisan pertama ialah lukisan punya Vincent Van Gogh, seniman hebat. Tetapi, sepanjang hidupnya, seniman yang lahir di 30 Maret 1858 di Belanda ini alami permasalahan keuangan dan permasalahan mental. Saat muda, van Gogh bahkan juga kerap kali mengganti lukisannya untuk mendapatkan makanan atau untuk mendapatkan alat gambar. Dia alami stres berat dan harus ada di rumah sakit jiwa untuk seringkali.
Kreasi Van Gogh sekarang ini memang berharga mahal dan kreasinya disegani di dunia seni. Tetapi, itu terjadi sesudah meninggalnya yang ironis. Salah satu lukisannya yang terpopuler dan paling mahal namanya Autoportrait a l’oreille bandee atau Foto Diri dengan Perban dalam telinga. Saat sebelum dan dalam lukisan itu, van Gogh menggunting telinganya sendiri, lalu membuntelnya dalam koran, dan mengiriminya ke seorang pelacur namanya Rachel. Sesudah lakukan peristiwa menakutkan itu, van Gogh kembali kerumahnya dan melukis foto dirinya dengan perban di telinganya. Hal ini pasti mengguncangkan warga Paris saat tersebut.
van Gogh juga kembali masuk ke dalam pemantauan rumah sakit jiwa. Saat sebelum dia wafat dengan ironis pada Minggu malam, 27 Juli 1890, saat dia bermalam dalam suatu pemondokan. Dia dipercaya bunuh diri tembak dirinya. Lukisan Anak Menyusui Bapaknya
Lukisan ke-2 yang mempunyai makna menyeramkan di belakangnya namanya Cimon dan Pero. Nama lukisan itu ialah Roman Charity dan banyak versus lukisannya. Ada yang digambar oleh Hendrick ter Brugghen (1623), Peter Paul Rubens (1612), dan banyak yang lain. Lukisan itu menceritakan seorang pria namanya Cimon yang dijatuhi vonis hukuman mati dengan dibikin kelaparan. Si putri, Pero, lalu berani melakukan perbuatan ngotot untuk membantu ayahnya, yakni dengan “memberikan makan” ayahnya dengan asinya. Menurut situs The Metropolitan Museum of Art, cerita itu ditulis oleh sejarawan Romawi namanya Valerius Maximus. Menurut narasi, Pero meminta ke pemerintahan membolehkan dianya berkunjung ayahnya sampai ayahnya mati. Mereka membolehkan kemauannya tetapi ia tidak dapat bawa apapun itu yang bisa dikonsumsi dengannya. Hingga dia selalu dilihat oleh beberapa petugas penjara setiap dia berkunjung ayahnya. Apakah yang tidak dikenali beberapa penjaga ialah Pero “perpanjang” umur ayahnya dengan memberikan Cimon makan lewat asinya. Penjaga berprasangka buruk saat Cimon tetap hidup sesudah beberapa lama dia dijatuhi hukuman. Mereka pada akhirnya tangkap basah Pero menyusui Cimon dan kasus padanya disodorkan. Tetapi hal itu justru membuat lunak hati beberapa pemerintahan dan mereka pada akhirnya melepaskan Cimon. Narasi ini direalisasikan pada sebuah patung di atas Belfry of Ghent di Antwerp, di Belgia. Lukisan The Scream
Lukisan yang paling akhir dengan judul The Scream yang digambar oleh Edvard Munch. The Scream adalah dari 4 lukisan berseri Munch yang dikasih judul Der Schrei der Natur (Pekikan Alam). Edvard Munch menuntaskan “The Scream” pada 1893, beberapa waktu sesudah menggambar sketsa di atas kanvas. Adapun The Scream memvisualisasikan seorang yang tercekam atau alami kekhawatiran, dengan background cakrawala yang berbentuk senja warna merah. Hal yang membuat cukup horor, beberapa periset yakini senja merah pada lukisan itu kelihatan sesudah letusan Gunung Krakatau pada 1883. Dalam sebuah catatan di buku sehari-hari, Munch akui mendapatkan ide lukisan ini waktu jalan-jalan. “Saya sedang jalan dalam suatu jalan kecil dengan 2 orang rekan – matahari sedang terbenam – tiba-tiba langit beralih menjadi merah darah – Saya stop, berasa capek, dan bertumpu di pagar – di atas fjord dan kota yang biru kehitaman terlihat darah dan lidah-lidah api – beberapa teman jalan terus, dan saya berdiri di situ gemetaran dan diliputi rasa kuatir – dan saya merasa kan jeritan yang tidak berhenti-hentinya lewat di alam”. Selainnya itu, yang membuat lukisan ini tambah horor, si pelukis mencatatkan tulisan kecil pada bagian atas lukisan, tertulis “Cuma bisa digambar oleh orang edan.” Diperhitungkan, Munch tuliskan tulisan itu sesudah perbincangan tidak menggembirakan di tahun 1895 saat ia memperlihatkan lukisan itu untuk pertamanya kali di kota Kristiania, saat ini Oslo. Sepanjang dialog public mengenai kreasi itu, seorang mahasiswa kedokteran muda bertaruh jika lukisan aneh itu memperlihatkan jika Munch tentu sudah edan. Pelajar itu memiliki pendapat jika Munch tidak normal, dan rawan pada fantasi, bahkan juga menyebutkan kreasi itu akan dilalaikan dengannya. Ternyata kritikan itu malah menggerakkan Munch untuk menambah tulisan aneh yang menyebutkan jika lukisan itu hanya bisa dibikin oleh orang edan. Dijumpai, Munch memang mempunyai penyakit psikis, yang di turunkan oleh keluarganya.